PENGERTIAN KONOTASI
Fandi dan Edo adalah dua orang sahabat yang sama-sama berjuang dari titik nol untuk meraih kesuksesan. Sayangnya, persahabatan mereka nyaris saja rusak karena masalah kesalah pahaman di antara mereka.
Fandi: "Kamu itu benar-benar musuh dalam selimut ya! Selama ini aku bersikap baik padamu, tapi ternyata kamu hanya menjadikan aku sapi perah!"
Edo: "Aku melakukan itu karena kamu terlalu besar kepala. Kursi empuk yang berhasil kamu raih itu adalah buah keberhasilanku juga, tapi kamu ternyata hanyalah kacang yang lupa pada kulitnya!"
Sepenggal kisah di atas adalah contoh sederhana yang dapat digunakan untuk membantu penjelasan artikel mengenai konotasi kali ini. Jika diperhatikan, ada yang sedikit janggal dengan penggunaan kalimat-kalimat pada percakapan antara Fandi dan Edo. Kalimat-kalimat pada percakapan di atas memang menggunakan banyak sekali kiasan, atau bisa juga disebut sebagai kata konotasi. Kata-kata konotasi yang digunakan pada kisah di atas antara lain adalah musuh dalam selimut, sapi perah, besar kepala, kursi empuk, buah keberhasilan, serta kacang lupa kulitnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konotasi berarti tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata atau bisa juga diartikan sebagai makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Pengertian konotasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat disederhanakan dengan definisi konotasi adalah makna tambahan, yakni makna di luar makna sebenarnya (makna kiasan). Dengan kata lain, makna konotasi adalah makna kata yang bertautan dengan nilai rasa. Konotasi seringkali digunakan pada karya-karya sastra seperti misalnya puisi, prosa, atau juga cerpen.
Istilah konotasi seringkali disandingkan dengan istilah denotasi. Denotasi adalah makna kata yang sebenarnya, makna kata secara wajar, secara apa adanya, atau disebut juga sebagai makna leksikal, yaitu makna seperti yang terdapat dalam kamus. Dengan kata lain, makna denotasi adalah makna yang dekat dengan makna harafiah sebuah benda.
Istilah konotasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif merupakan kiasan yang mengandung makna baik/ positif. Sebaliknya, konotasi negatif merupakan kiasan yang mengandung makna buruk/ negatif.
ILUSTRASI CONTOH KONOTASI (SAMUEL/UCEO)
ILUSTRASI CONTOH KONOTASI (SAMUEL/UCEO)
CONTOH KONOTASI POSITIF
Berikut adalah beberapa contoh istilah konotasi positif yang sering muncul dalam bahasa sehari-hari.
Diana adalah anak emas yang selalu dinomor satukan oleh ayah dan bundanya (Anak emas: anak kesayangan)
Meskipun memiliki darah biru, tapi Raden tidak pernah bersikap sombong (Darah biru: bangsawan)
Sikap rendah hati yang dimiliki Fahmi membuatnya memiliki banyak teman (Rendah hati: tidak sombong)
Ratu adalah bunga desa di kampung halamannya (Bunga desa: gadis cantik yang dipuja)
Menteri yang sangat terkenal karena kelihaiannya itu ternyata dulu adalah seorang anak kutu buku (Kutu buku: Orang yang rajin membaca)
CONTOH KONOTASI NEGATIF
Berikut adalah beberapa contoh istilah konotasi negatif yang sering muncul dalam bahasa sehari-hari.
Permusuhan yang terjadi antara Rudi dan Hasan adalah buah dari adu domba yang dilakukan oleh Farhan (Adu domba: membuat orang lain menjadi bermusuhan/ berselisih paham)
Para tikus kantor haruslah mendapatkan hukuman penjara dan sanksi sosial yang berat (Tikus kantor: koruptor)
Dini tidak memiliki teman karena sikapnya yang panjang tangan (Panjang tangan: suka mencuri)
Laki-laki itu sudah memiliki istri, namun masih saja memiliki sifat mata keranjang (Mata keranjang: Genit saat melihat wanita cantik)
Persahabatan di antara mereka berdua berakhir karena Doni merupakan serigala berbulu domba (Serigala berbulu domba: Orang jahat yang berpura-pura baik)
PENYEBAB MUNCULNYA MAKNA KONOTASI
Kemunculan makna konotasi terkait dengan perubahan-perubahan makna. Hal tersebut membuat makna menjadi semakin meluas, menyempit, dan lain sebagainya. Secara sinkronis, makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Kemungkinan ini mengindikasikan bahwa tidak semua kata dapat mengalami perubahan makna. Masih ada banyak sekali kata yang dari dulu hingga sekarang hanya memiliki makna tunggal yang tidak pernah berubah.
Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang memicu munculnya konotasi antara lain:
1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang awalnya memiliki arti tertentu, akan dapat tetap digunakan meskipun konsep makna yang dibawanya berubah sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi.
Contohnya: Kata “unduh” dahulu digunakan sebagai kata yang bermakna memanen buah. Kini kata “unduh” dipakai sebagai sinonim dari kata download, yakni mengambil sesuatu dari internet untuk disimpan di komputer atau ponsel kita.
2. Perkembangan sosial dan budaya
Perkembangan yang terjadi dalam bidang sosial dan budaya dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna pada sebuah kata. Misalnya adalah kata “saudara”. Dahulu, kata saudara dimaknai sebagai orang yang lahir dari satu kandungan, yakni hubungan yang terjalin dari orang-orang yang memiliki orang tua yang sama. Kini, istilah saudara dapat digunakan untuk orang-orang yang menjalin kekerabatan terhadap seseorang, meskipun tidak terdapat hubungan sedarah.
3. Perbedaan bidang pemakai
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Karena hal itu, sebuah kata atau istilah dapat memiliki makna baru.
4. Adanya asosiasi
Asosiasi dalam sebuah kata atau istilah digunakan pada dua kata yang masih memiliki hubungan atau tautan untuk menjelaskan makna yang berbeda. Contohnya kata “mencatut” merupakan istilah yang berasal dari dunia pertukangan yang mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Kata mencatut dapat pula digunakan dalam kata “politisi tersebut sering mencatut uang rakyat”. Kata mencatut dalam kalimat tersebut mengalami perubahan makna yakni mencuri.
5. Pertukaran tanggapan indera
Penggunaan bahasa banyak memiliki pertukaran antara indera yang satu dengan yang lain. Misalnya, istilah yang seharusnya ditangkap oleh inderaperasa pada lidah justru tertukar menjadi ditangkap oleh alat indera pendengaran. Contohnya adalah kata “pedas”. Istilah pedas seharusnya ditangkap oleh inderasa perasa sebagai sebuah sensasi terbakar pada lidah. Seiring perkembangan bahasa, kata ini bisa juga ditangkap oleh indera pendengaran seperti dalam contoh kalimat “kata-katanya sangat pedas untuk didengar”.
6. Perbedaan tanggapan
Faktor ini berhubungan erat dengan pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, sehingga terjadi banyak perubahan makna yang terjadi. Kata-kata yang nilainya merosot atau bermakna rendah disebut peyoratif. Sementara kata-kata yang nilainya menjadi tinggi disebut ameleoratif.
7. Adanya penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa ungkapan atau istilah yang sering diucapkan dengan melakukan penyingkatan. Meskipun diucapkan tidak secara utuh, namun hampir seluruh orang sudah mengerti maksudnya. Contohnya kata “meninggal dunia” biasa disebutkan orang dengan hanya mengambil kata “meninggal” saja, sementara kata “dunia” ditanggalkan. Meskipun begitu, orang-orang yang mendengarkan tetap dapat memahami maksud dari istilah tersebut.
8. Proses gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi (penambahan afiks/ imbuhan pada kata dasar) , reduplikasi (perulangan kata atau unsur kata), dan komposisi (penggabungan kata) dapat menyebabkan perubahan bentuk kata yang akan melahirkan makna baru.
9. Pengembangan istilah
Pengembangan istilah adalah pembentukan istilah baru dengan memanfaatkan kosa kata yang telah ada. Contohnya, kata “papan” yang semula berarti lempengan kayu dikembangkan sebagai istilah perumahan atau tempat tinggal.
CARA MEMBEDAKAN KALIMAT KONOTASI
Untuk mengidentifikasi apakah suatu kalimat merupakan kalimat konotasi atau bukan, maka kita dapat melihat melalui keambiguitasan maknanya. Jika makna kalimat tersebut masuk akal, maka itu adalah kalimat denotasi. Sedangkan jika tidak masuk akal, maka kalimat tersebut adalah kalimat konotasi.
Contohnya, kata “hujan” sama-sama digunakan dalam dua kalimat di bawah ini, namun pemaknaannya yang dihasilkan akan berbeda.
Hujan lebat yang terjadi tadi malam menyebabkan pohon-pohon menjadi tumbang.
Pemakaman korban pembunuhan itu diwarnai oleh hujan air mata dari saudara-saudaranya.
Hujan lebat dalam kalimat pertama memiliki makna yang harafiah. Makna hujan yang ada di kalimat tersebut sesuai dengan definisi hujan menurut kamus, yakni titik-titik air yang berjatuhan dari udara. Sementara istilah hujan air mata yang terdapat pada kalimat kedua tidaklah masuk akal. Sebanyak-banyaknya air mata yang dikeluarkan oleh seseorang tidak akan tampak seperti hujan.
Berdasarkan dua identifikasi tersebut, dapat disimpulkan jika kalimat pertama adalah sebuah bentuk kalimat denotasi karena kalimat yang ada memiliki makna yang masuk akal. Sementara itu, kalimat kedua adalah kalimat konotasi karena kalimat tersebut memiliki makna yang tidak masuk akal.
Sumber: ciputrauceo
Fandi dan Edo adalah dua orang sahabat yang sama-sama berjuang dari titik nol untuk meraih kesuksesan. Sayangnya, persahabatan mereka nyaris saja rusak karena masalah kesalah pahaman di antara mereka.
Fandi: "Kamu itu benar-benar musuh dalam selimut ya! Selama ini aku bersikap baik padamu, tapi ternyata kamu hanya menjadikan aku sapi perah!"
Edo: "Aku melakukan itu karena kamu terlalu besar kepala. Kursi empuk yang berhasil kamu raih itu adalah buah keberhasilanku juga, tapi kamu ternyata hanyalah kacang yang lupa pada kulitnya!"
Sepenggal kisah di atas adalah contoh sederhana yang dapat digunakan untuk membantu penjelasan artikel mengenai konotasi kali ini. Jika diperhatikan, ada yang sedikit janggal dengan penggunaan kalimat-kalimat pada percakapan antara Fandi dan Edo. Kalimat-kalimat pada percakapan di atas memang menggunakan banyak sekali kiasan, atau bisa juga disebut sebagai kata konotasi. Kata-kata konotasi yang digunakan pada kisah di atas antara lain adalah musuh dalam selimut, sapi perah, besar kepala, kursi empuk, buah keberhasilan, serta kacang lupa kulitnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konotasi berarti tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata atau bisa juga diartikan sebagai makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Pengertian konotasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat disederhanakan dengan definisi konotasi adalah makna tambahan, yakni makna di luar makna sebenarnya (makna kiasan). Dengan kata lain, makna konotasi adalah makna kata yang bertautan dengan nilai rasa. Konotasi seringkali digunakan pada karya-karya sastra seperti misalnya puisi, prosa, atau juga cerpen.
Istilah konotasi seringkali disandingkan dengan istilah denotasi. Denotasi adalah makna kata yang sebenarnya, makna kata secara wajar, secara apa adanya, atau disebut juga sebagai makna leksikal, yaitu makna seperti yang terdapat dalam kamus. Dengan kata lain, makna denotasi adalah makna yang dekat dengan makna harafiah sebuah benda.
Istilah konotasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif merupakan kiasan yang mengandung makna baik/ positif. Sebaliknya, konotasi negatif merupakan kiasan yang mengandung makna buruk/ negatif.
ILUSTRASI CONTOH KONOTASI (SAMUEL/UCEO)
ILUSTRASI CONTOH KONOTASI (SAMUEL/UCEO)
CONTOH KONOTASI POSITIF
Berikut adalah beberapa contoh istilah konotasi positif yang sering muncul dalam bahasa sehari-hari.
Diana adalah anak emas yang selalu dinomor satukan oleh ayah dan bundanya (Anak emas: anak kesayangan)
Meskipun memiliki darah biru, tapi Raden tidak pernah bersikap sombong (Darah biru: bangsawan)
Sikap rendah hati yang dimiliki Fahmi membuatnya memiliki banyak teman (Rendah hati: tidak sombong)
Ratu adalah bunga desa di kampung halamannya (Bunga desa: gadis cantik yang dipuja)
Menteri yang sangat terkenal karena kelihaiannya itu ternyata dulu adalah seorang anak kutu buku (Kutu buku: Orang yang rajin membaca)
CONTOH KONOTASI NEGATIF
Berikut adalah beberapa contoh istilah konotasi negatif yang sering muncul dalam bahasa sehari-hari.
Permusuhan yang terjadi antara Rudi dan Hasan adalah buah dari adu domba yang dilakukan oleh Farhan (Adu domba: membuat orang lain menjadi bermusuhan/ berselisih paham)
Para tikus kantor haruslah mendapatkan hukuman penjara dan sanksi sosial yang berat (Tikus kantor: koruptor)
Dini tidak memiliki teman karena sikapnya yang panjang tangan (Panjang tangan: suka mencuri)
Laki-laki itu sudah memiliki istri, namun masih saja memiliki sifat mata keranjang (Mata keranjang: Genit saat melihat wanita cantik)
Persahabatan di antara mereka berdua berakhir karena Doni merupakan serigala berbulu domba (Serigala berbulu domba: Orang jahat yang berpura-pura baik)
PENYEBAB MUNCULNYA MAKNA KONOTASI
Kemunculan makna konotasi terkait dengan perubahan-perubahan makna. Hal tersebut membuat makna menjadi semakin meluas, menyempit, dan lain sebagainya. Secara sinkronis, makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Kemungkinan ini mengindikasikan bahwa tidak semua kata dapat mengalami perubahan makna. Masih ada banyak sekali kata yang dari dulu hingga sekarang hanya memiliki makna tunggal yang tidak pernah berubah.
Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang memicu munculnya konotasi antara lain:
1. Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebuah kata yang awalnya memiliki arti tertentu, akan dapat tetap digunakan meskipun konsep makna yang dibawanya berubah sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi.
Contohnya: Kata “unduh” dahulu digunakan sebagai kata yang bermakna memanen buah. Kini kata “unduh” dipakai sebagai sinonim dari kata download, yakni mengambil sesuatu dari internet untuk disimpan di komputer atau ponsel kita.
2. Perkembangan sosial dan budaya
Perkembangan yang terjadi dalam bidang sosial dan budaya dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna pada sebuah kata. Misalnya adalah kata “saudara”. Dahulu, kata saudara dimaknai sebagai orang yang lahir dari satu kandungan, yakni hubungan yang terjalin dari orang-orang yang memiliki orang tua yang sama. Kini, istilah saudara dapat digunakan untuk orang-orang yang menjalin kekerabatan terhadap seseorang, meskipun tidak terdapat hubungan sedarah.
3. Perbedaan bidang pemakai
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Karena hal itu, sebuah kata atau istilah dapat memiliki makna baru.
4. Adanya asosiasi
Asosiasi dalam sebuah kata atau istilah digunakan pada dua kata yang masih memiliki hubungan atau tautan untuk menjelaskan makna yang berbeda. Contohnya kata “mencatut” merupakan istilah yang berasal dari dunia pertukangan yang mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Kata mencatut dapat pula digunakan dalam kata “politisi tersebut sering mencatut uang rakyat”. Kata mencatut dalam kalimat tersebut mengalami perubahan makna yakni mencuri.
5. Pertukaran tanggapan indera
Penggunaan bahasa banyak memiliki pertukaran antara indera yang satu dengan yang lain. Misalnya, istilah yang seharusnya ditangkap oleh inderaperasa pada lidah justru tertukar menjadi ditangkap oleh alat indera pendengaran. Contohnya adalah kata “pedas”. Istilah pedas seharusnya ditangkap oleh inderasa perasa sebagai sebuah sensasi terbakar pada lidah. Seiring perkembangan bahasa, kata ini bisa juga ditangkap oleh indera pendengaran seperti dalam contoh kalimat “kata-katanya sangat pedas untuk didengar”.
6. Perbedaan tanggapan
Faktor ini berhubungan erat dengan pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, sehingga terjadi banyak perubahan makna yang terjadi. Kata-kata yang nilainya merosot atau bermakna rendah disebut peyoratif. Sementara kata-kata yang nilainya menjadi tinggi disebut ameleoratif.
7. Adanya penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa ungkapan atau istilah yang sering diucapkan dengan melakukan penyingkatan. Meskipun diucapkan tidak secara utuh, namun hampir seluruh orang sudah mengerti maksudnya. Contohnya kata “meninggal dunia” biasa disebutkan orang dengan hanya mengambil kata “meninggal” saja, sementara kata “dunia” ditanggalkan. Meskipun begitu, orang-orang yang mendengarkan tetap dapat memahami maksud dari istilah tersebut.
8. Proses gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi (penambahan afiks/ imbuhan pada kata dasar) , reduplikasi (perulangan kata atau unsur kata), dan komposisi (penggabungan kata) dapat menyebabkan perubahan bentuk kata yang akan melahirkan makna baru.
9. Pengembangan istilah
Pengembangan istilah adalah pembentukan istilah baru dengan memanfaatkan kosa kata yang telah ada. Contohnya, kata “papan” yang semula berarti lempengan kayu dikembangkan sebagai istilah perumahan atau tempat tinggal.
CARA MEMBEDAKAN KALIMAT KONOTASI
Untuk mengidentifikasi apakah suatu kalimat merupakan kalimat konotasi atau bukan, maka kita dapat melihat melalui keambiguitasan maknanya. Jika makna kalimat tersebut masuk akal, maka itu adalah kalimat denotasi. Sedangkan jika tidak masuk akal, maka kalimat tersebut adalah kalimat konotasi.
Contohnya, kata “hujan” sama-sama digunakan dalam dua kalimat di bawah ini, namun pemaknaannya yang dihasilkan akan berbeda.
Hujan lebat yang terjadi tadi malam menyebabkan pohon-pohon menjadi tumbang.
Pemakaman korban pembunuhan itu diwarnai oleh hujan air mata dari saudara-saudaranya.
Hujan lebat dalam kalimat pertama memiliki makna yang harafiah. Makna hujan yang ada di kalimat tersebut sesuai dengan definisi hujan menurut kamus, yakni titik-titik air yang berjatuhan dari udara. Sementara istilah hujan air mata yang terdapat pada kalimat kedua tidaklah masuk akal. Sebanyak-banyaknya air mata yang dikeluarkan oleh seseorang tidak akan tampak seperti hujan.
Berdasarkan dua identifikasi tersebut, dapat disimpulkan jika kalimat pertama adalah sebuah bentuk kalimat denotasi karena kalimat yang ada memiliki makna yang masuk akal. Sementara itu, kalimat kedua adalah kalimat konotasi karena kalimat tersebut memiliki makna yang tidak masuk akal.
Sumber: ciputrauceo
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon